Cerita Malam Tahun Baru Versi Aku


Di malam tahun baru ini, apakah Pak SBY dan Bu Ani Yudhoyono juga meluangkan waktunya untuk sekedar melihat kembang api yang pecah meriah mewarnai langit di jam 00.00 di langit Indonesia? Atau Timnas Indonesia pergi besama ke Puncak untuk menghibur dirinya yang kemarin lalu gagal mengangkat tropi? Atau juga Kyai Busro, Bupati Sumenep, juga pergi ke Taman Bunga Sumenep untuk melihat kebahagian rakyat Sumenep di tahun baru ini? kalau Ariel tentu sudah bisa ditebak, dia akan menikmati malam tahun baru di balik jeruji besi. Entah kalau Luna maya dan Cut Tari, aku sudah tidak tahu kabar baru mereka berdua.
Di malam tahun baru ini, begini ceritaku:
Malam itu, aku bersama Hemam Nasiruddin dan Supriyadi pergi ke Alun-Alun kota Jogjakarta. Jangan curiga, kami bertiga bukan makhluk homo yang suka dengan sesama jenis. Boleh saja dibilang jomblo. Tapi aku sendiri tak mau. Karena aku sendiri banyak ‘pacar’ di rak buku. Mulai dari Dunia Sophie, pacar yang cantik dan cerdas karya Justien Garder. Catatan Pinggir, pacar yang selalu membuatku terpesona buah tangan Goenawan Muhammad. Islamku Islam Anda Islam Kita, pacarku yang penuh perhatian karangan si dewa mabuk, Abdurrahman Wahid. Dan banyak pacarku lainnya.  
Jalan raya yang biasanya hanya dilewati puluhan kendaraan setiap hari, malam ini begitu sesak dengan ratusan motor dan ribuan manusia. Semuanya tampil cantik, menarik dan pokoknya wah...mungkin yang tidak tampil beda dan menggoda hanya pak polisi yang berdiri dengan wajah sibuk ditengah jalan. Kecuali si polisi itu, semuanya menuju arah yang sama, Alun-Alun kota Jogja.
 Motor-motor itu hanya bisa mendengus menderu, tak mendapat celah untuk malaju. Macet! Beruntung tiga sepeda onthel kami ditinggal di tempat kosnya Eko. Sehingga kami bisa dengan cepat menyelinap masuk menuju muara kebang api itu.
Jam tangan hitam yang melingkar di tangan kiriku sudah menunjukkan pukul 11.55. Tinggal lima menit lagi kita semua akan meninggalkan 2010 menuju 2011. Betulkah seperti ini? Aku tak tahu. Apakah waktu benar melangkah ke depan atau malah berjalan ke arah belakang, ke arah masa lalu. Atau waktu itu diam seperti yang dikatakan Andrea Hirata dalam cerpen “Kemarau”-nya? Aku tak tahu menjawab persoalan waktu ini. Tapi sebentar lagi kembang api itu akan mekar di langit.
Saat jam menunjukkan angka 00.00, langit yang semula diam mebeku tiba-tiba meriah dengan tumpahan warna kembang api. Semua wajah menatap ke atas, pada langit. Senyum mengembang di bibir orang-orang sekitarku. Ada apa? Apakah tahun telah benar-benar berganti? Aku melihat ke sekitar, sepertinya tak ada yang baru. Tak ada perubahan. Lalu mengapa mereka tersenyum?
Apakah di 2011 mereka melihat kebahagiaan besar akan menimpa mereka? Batinku kembali bertanya. Mungkin saja jawabanya “ia”. Karena kata A.S. Laksana, kolomnis favoritku, negeri ini memang dipenuhi dengan berbagai macam mukjizat. Salah satu pemilik mukjizat adalah adinda Gayus yang mendadak menjadi orang kaya. Contoh mukjizat lainnya Anda bisa mencari sendiri. Karena orang yang punya mukjizat banyak berkeliaran di sekitar Anda. Begitulah kata pendiri menulis kreatif Jakarta School.
Semalam suntuk kami bertiga menginap di tempat itu. Awalnya di bawah beringin besar yang gagah berdiri di tengah Alun-Alun sambil melihat beberapa pasang kekasih yang asik bercumbu di tengah malam. Seru melihat gaya mereka pacaran. Mungkin mereka menyebutnya gaya pacaran romantis malam tahun baru. Tak puas dengan mengecup di kening, bibir yang seindah delima pun menjadi tempat eksekusi akhir. Betapa indahnya. Aku sendiri tak bisa membayangkan.
 Karena tak kuat dengan suhu dingin yang sedikit banyak sudah membasahi pakaian kami, akhirnya kami bertiga pindah tempat. Saat aku meniggalkan tempat itu, beberapa pasang kekasih itu tetap saja bercumbu meski malam benar-benar telah larut. Sebelum meninggalkan mereka hatiku kembali berkata, “Inilah arsitek cinta yang ingin mengalahkan kisah cinta Romeo dan Juliet atau Qais dan Laila.”
Rencananya kami bertiga akan menginap di tempat kosnya Eko. Tapi keinginan itu mendadak kami urungkan, karena Eko masih belum pulang dari pantai Paris. Dia memang menikmati malam tahun baru di pantai tempat kanjeng Kidul. Akhirnya mau tidak mau kami bertiga memutuskan untuk tidur di atas pintu gerbang masuk Alun-Alun. Kembali kami bertiga tidur di bawah bulan dan satu dua bintang di atas sana. Di tempat itu juga banyak adegan ciuman seperti tadi.
Selepas subuh kami bertiga terbangun. 01 Januari 2011, tanggal di Hp-ku berkata seperti itu. Di sekitarku, kulihat beberapa orang laki-perempuan tidur bersama dengan  berselimut jaket tebal. Ada pula yang hanya berpelukan. Inikah hari pertama tahun baru? Batinku tak menjawab pertanyaan itu. Orang-orang di sekitarku juga bisu, mereka tetap tidur pulas di pagi ini.
Mengingat kejadian semalam. Mulai dari penampilan orang-orang yang luar biasa indahnya. Puluhan mobil dan ratusan motor keren yang mereka miliki. Handphone canggih keluaran terbaru. Dan meriahnya kembang api. Aku jadi teringat kata-kata Viktor Frankl, “Sekarang ini, semakin banyak orang memiliki sarana dan prasarana untuk hidup, tapi hidupnya tanpa makna.”
 Jam 06.00 aku, Supriyadi dan Hemam mengayuh sepeda pulang dengan membawa cerita malam tahun baru di memori masing-masing. Dan inilah cerita tahun baru versi aku.
Sabtu, 01 Januari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar