Mila,
sebab apa kau tidak menerima cinta Thoba-Thoba? Ini bukan pertanyaan UTS, maka
jawablah sejujurnya. Tidak perlu mencontek pada temanmu yang kau anggap lebih
pintar, atau malah repot-repot mencari jawaban di google, apalagi sampai buka
youtube untuk menjawab satu pertanyaanku itu. Adalah suatu tindakan paling bodoh
kalau benar-benar kau lakukan!
Sebelumnya, maaf, kalau pertanyaanku
mengganggu ketenanganmu. kucluk-kucluk, tidak ada panas-tidak ada
dingin, tiba-tiba ada orang yang tidak kamu kenal bertanya seperti itu. Memang
membingungkan, kan? Tapi aku harus menanyakan itu kepadamu, Mila. Thoba
sekarang sudah mulai gila: Kostnya yang seharusnya dibuat untuk istirahat dan
belajar, sekarang sudah dialih-fungsikan sebagai media untuk menulis namamu; beli hape
sampai dua, satu buat sms-in kamu dan satunya lagi untuk ngintip facebook dan
twittermu; dan, katanya dia mau menabung untuk membeli martabak, sisanya buat membeli
bus agar bisa mengantarmu dan teman-temannya pulang ke kost setelah selesai
kuliah—itu karena kamu tidak mau diantar dengan Mosses, vespa gantengnya.
Tidak
hanya berakhir sampai di situ, biar kuceritakan sedikit lagi ketidakwarasan
Thoba: tentu kamu sudah tahu kalau ada tujuh hari dalam seminggu. Kau pun juga tentu
sudah hafal nama-nama ketujuh hari itu. Namun bagi Thoba, sudah tidak ada lagi hari
Jum’at. Bukan berarti dia menghapusnya, atau membuangnya begitu saja sehingga
hanya akan tersisa enam hari. Tidak! Baginya, tetap ada tujuh hari dalam
seminggu, namun hari Jum’at digantinya dengan hari Mila. Sebuah nama yang diambil
langsung dari namamu. Ya, sebagai apalagi kalau bukan bentuk dari cinta yang
tak pernah kurang kepadamu. Jadi, bagi Thoba, setelah hari Kamis adalah hari
Mila. Bukan hari Jum’at sebagaimana biasanya, seperti yang tertulis di kalender
buatan Indonesia.
Memang,
dia sudah keluar dari batas kewajaran seorang manusia normal. Begitulah cinta
yang terlalu besar kepadamu telah membuatnya kehilangan kendali atas dirinya. Entah,
apakah baginya masih ada sholat Jum’at pada hari Mila atau memang sudah diganti
menjadi sholat Mila. Aku masih belum tahu pasti tentang itu, yang kutahu bahwa
dia sudah gila. Kita lihat saja besok, kalau seandainya ada segerombolan orang
menyerang kost Thoba sambil memekik “Allahu Akbar”, sudah bisa dipastikan bahwa
dia juga telah mengganti sholat Jum’at dengan sholat Mila.
Kalau
pada malam Mila, tidak hanya dia yang merasa bahagia. Teman-teman dekatnya juga
ikut merasakan kegembiraan yang meledak-ledak. Thoba membeli martabak yang banyak.
Untuk dimakan bersama-sama, sebagai rasa syukur pada Tuhan Yang Maha Esa karena
telah mempertemukannya dengan malam Mila, malam sakral, yang hanya ada sekali
dalam seminggu. Di malam itu, kita makan martabak bersama-sama, dengan penuh
suka cita. Anak yatim dan orang-orang terlantar juga ikut diundang dalam
syukurannya. Kadang si Sawat juga ikut, Sawat itu adalah kucing difabel yang
sangat disayang Thoba. Sayangnya aku tidak pernah melihat kamu datang pada
malam itu, Mila. Apakah kamu tidak pernah diundangnya, atau memang sengaja
tidak mau datang?
Jawablah
dengan perbuatan pertanyaanku yang kedua itu, Mila. Jawabanmu adalah kesembuhan
bagi kegilaan Thoba. Karena Thoba hanya ingin kamu datang pada malam itu, berbagi
bahagia bersamamu.
Lalu,
sebab apa kau tidak menerima cinta Thoba, Mila?
Cinta
memang tidak sekedar buta. Lebih dari itu. Mampu membuat orang kehilangan
kewarasan. Padahal sudah pernah kukatakan pada Thoba bahwa wanita tak cuma Mila,
masih banyak yang lainnya—kalau tidak keliru 8987767554997 di dunia. Namun Si Thoba
sudah mulai ‘rabun jauh’ untuk melihat perempuan lain, dan kehilangan ‘akal
sehat’ untuk berpikir tentang perempuan selain kamu. Baginya, hanya kamu
satu-satunya perempuan yang dicintainya.
Betapa
malangnya Thoba, menghaharap satu perempuan yang, mungkin, sudah menemukan
kekasih yang membuatmu nyaman. Tak apalah, setiap orang punya pilihan untuk
dirinya. Dan mungkin saja inilah cara Tuhan untuk mengajari Thoba untuk menjadi
lebih dewasa dan lebih baik.
Atas
semua ‘kegilaan’ Thoba ini, kurasa kamulah penyebabnya. Maka sudilah engkau
menjawab pertanyaanku, kenapa kau menolak Thoba untuk menjadi kekasihnya? Apa
pun jawabanmu, kuyakin Thoba akan tetap terima. Karena, meski kau
menolaknyapun, cinta Thoba lebih besar dari itu.
Selasa,
25 November 2014