Hanya Tentang Mata Kuliah


Dipikir-pikir, ternyata yang menjadikan saya semakin goblok adalah mata kuliah. Kenapa tidak, coba kalau seandainya diberi kebebasan untuk belajar apa saja, di mana saja, tanpa dikejar-kejar absensi, dan tanpa harus ada embel-embel takut dengan IP buruk yang buruk rupa, mungkin sudah di ambang mata apa yang saya harapkan: menjadi penulis play boy, penulis yang bisa menulis apa saja.
Kata salah seorang teman, “Edison bisa mencipta lampu bukan karena kuliah. Si Howking juga pernah meninggalkan ruang kuliah karena dianggap bodoh oleh dosennya. Gus Dur (alm), kamu tahu sendiri kan kalau si dewa mabuk itu pernah tidak diterima waktu mau kuliah di Mesir.” Dalam arti sederhananya teman saya itu ingin mengatakan kalau tidak ada sangkut pautnya antara kuliah dengan pintar-cerdasnya seseorang.
Saya membenarkan sekaligus bingung menentukan pilihan: mau aktif kuliah atau giat membolos demi mewujudkan keinginan semula, Belajar Sesuai Selera!
 Hidup memang sebuah pilihan. Dan setiap pilihan memiliki konskuensi masing-masing. Jika memilih aktif kuliah, otomatis menu belajar harus sesuai dengan mata kuliah yang telah saya ambil: Orientalisme, Ulumul Hadits, Filsafat Umum, Sosiologi Agama, Sejarah Agama-Agama, dan lain sebangsanya yang juga membosankan. Dan jika saya menjatuhkan pilihan pada belajar sesuai selera, pastinya harus bermadzhab “Anti Wisuda Dini”, karena tentunya banyak mata kuliah yang harus diulang.
Saya sulit menentukan pilihan. Sungguh!
Waktu terus berputar. Detik menjadi menit, menit berlalu menjadi jam, jam berubah menjadi hari, hari pun berganti minggu, dan tak terasa sudah hampir dua bulan aku bingung untuk menentukan pilihan.
Namun, tadi, saat melihat absensi di Godam Kusuka, ternyata sudah ada beberapa mata kuliah yang memberi warning pada saya untuk lebih rajin masuk kuliah. Artinya, jika tetap suka membolos tidak akan diperkenankan ikut ujian.
Entah, apakah itu adalah sebuah jawaban!

Kamis, 07 April 2011