Sepertinya,
hampir tiap malam aku bermain domino bersama anak-anak yang menginap di Masjid.
Mereka, di antaranya, adalah Munir Aswa, Munir Hadi, Ilur, Romsi, Syafiq Yesus,
Obed, dan Wawan. Semuanya adalah siswa MTs, hanya aku sendiri tidak berstatus
sebagai siswa. Tahu sendiri kan kalau aku adalah seorang ‘koboi
kampus’—meminjam salah satu judul lagu The Panas Dalam.
Namun,
siswa atau pun mahasiswa tak ada perbedaan dalam permainan domino. Semuanya
pasti merasakan menang, salah satu di antara pemain pasti ada yang kalah,
tentu ada yang jongkok dan jika
beruntung kita duduk santai. Itulah indahnya permainan domino, tak ada yang
anaknya kiai, tak ada yang dari partai ini atau itu, tak ada yang ras ini atau
pun golongan itu, semuanya sama sebagai Dummer (penggila Domino) yang sama-sama
ingin keluar menjadi pemenang. Buktinya, aku yang selalu jongkok karena kalah
tidak disebut-sebut sebagai seorang mahasiswa perguruan tinggi, dan begitupula
sebaliknya, siswa-siswa MTs yang selalu mengalahkanku itu tidak juga menyebut
dirinya sebagai anak sekolahan. Kami sama dan sederajat dalam lingkaran Dummer.
Dulu,
kami, anak-anak santri, selalu dilarang untuk bermain domino di Masjid oleh
salah seorang Ajjih (sebutan bagi
seorang yang pernah melakukan ibadah haji). Sayangnya larangan itu tidak mempan
sejak aku mengatakan kalau sebenarnya domino itu adalah gambar dari butir-butir
tasbih milik seorang ulama. Sejak ber-patwa
seperti itu aku selau main bersama teman-teman di masjid tanpa takut
dimarahin ajjih, meskipun banyak
orang I’tikaf di masjid di bulan ramadhan.
Betap
lucunya bila kuingat. Betapa berdosanya bila kurenungi. Mengapa tidak, coba
saja kalau seandainya kata-kataku terdengar pak kiai, kemudian dia percaya.
Lantas beliau akan berdzikir menggunakan
domino sebagai pengganti tasbih untuk mempermudah mengetahui seberapa banyak
jumlah dizikir yang diucapkan. Haha… semoga saja tidak. Aku Cuma bercanda. Ini
tidak serius.
Namun,
kata Imam Besar The Panas Dalam, Pidi Baiq: “Hidup itu adalah untuk
bersenang-senang, karena orangtua kita menciptakan kita dengan bersenang-senang
di kamar pengantin” dan tentu, apa yang dikatakan Pidi belum tentu benar. Dan
bermain domino memang menyenangkan bagi saya.
Rabu, 14 Agustus 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar