Bersama Masyarakat Tanpa Kelas Kecil-Kecilan


Di Masjid baru saja selesai sholat Subuh, para jama’ah sholat Subuh satu persatu-pulang ke rumahnya masing-masing. Pagi memang masih dingin. Suasananya juga masih sepi.
Aku mengambil Khumairo yang kuparkir di beranda rumah, pagi ini aku diajak jalan-jalan oleh Evi, sepupuku yang baru naik kelas sembilan Madrasah Tsanawiah  (Mts). Tentu ini juga adalah kelanjutan dari program KKN Khususku yang kadang tidak berjalan sesuai seperti yang telah kurencanakan beberapa hari yang lalu. Hal itu semua disebabkan karena aku, sebagai satu-satunya peserta KKN Khusus, harus tidur sehabis sholat Subuh.
Pagi itu Evi mengajak Adib, anak kecil yang masih berusia dua tahun; Fina, cucu dari seorang dukun yang baru kelas tiga Madrasah Ibtida’iyah (MI); Abeng, Adikku yang baru baik kelas enam MI, dan; tentu juga aku, sebagai seorang mahasiswa KKN Khusus yang ditugaskan untuk mendampingi jalan-jalan pagi ini. Semua anak-anak itu, kuberi nama kelompok:  Masyarakat Tanpa Kelas Kecil-Kecilan. Aku memberi nama kelompokku dengan nama seperti itu tujuannya agar mereka menjadi anak-anak rahmatan lil ‘alamin, tidak membeda-bedakan ras, warna kulit, golongan dan tentu ‘umurI’[hehe….]. Sayangnya Mili, anak Pak Makfud yang juga teman kelas Abeng, tidak ikut pagi ini, dia lebih memilih tidur pagi yang dingin ini.
Kami berlima akhirnya berangkat jalan-jalan pagi. Evi menggendong Adib, Fina jalan kaki, aku dan abeng naik sepeda. Alasanku membawa dua sepeda, Khumairo dan Jieyang (sepeda bini’ yang ada boncengannya), aku memang tidak mau dipisahkan dengan Khumairo saat jalan-jalan dan agar bisa dibuat membonceng Adib kalau Evi kecapean menggendongnya.
Benar juga perkiraanku, baru sampai di Partelon e Sabuh, yang jaraknya tidak begitu jauh dari rumah, Evi sudah mengeluh kecapean. Ia memintaku untuk membonceng Adib dan membujuk Adib agar mau dibonceng dengan sepeda Jieyang merah. Sukurlah waktu itu Adib, si anak kecil itu mau kubonceng. Aku segera ganti sepeda, Abeng kusuruh untuk bersama Khumairo aku mengendarai Jieyang untuk membonceng Adib. Kami pun kembali berangkat ke arah selatan.
Kami berjalan melewati Tana Cato, Galadak, Yayasan Al-Furqan, Ebbuk Laok dan berhenti di Ge Ongge’en se Ka Kon Hawa. Aku berhenti di sana bukan karena lelah atau kecapean, tapi disebabkan si Adib pipis ke celananya. Oleh karena itu aku memutuskan agar jalan-jalan pagi ini tidak usah diteruskan lagi, cukup sampai tempat ini. Sangatlah tidak mungkin Masyarakat Tanpa Kelas Kecil-Kecilan ini meneruskan perjalan dengan membawa najis yang disebabkan dari pipis anak kecil.
Akhirnya aku dan kelompokku itu memutuskan untuk balik ke rumah. Dan sesuai dengan usul dari Evi, kita mampir dulu di rumah Pak Amir, di Yayasan Al-Furqan, untuk mencuci bekas pipis Adib.
Sesampainya di rumah aku sedikit kecewa, jalan-jalan kali ini kurang menyenangkan. Hanya sebentar. Aku belum puas melihat matahari terbit dan hijaunya rerumputan di sepanjang jalan Ge Ongge’en Hawa.

Masyarakat Tanpa Kelas Kecil-kecilan.

 
Adib Pipis Tanpa Pertimbangan Matang!

Evi Di Ge Ogge'en se Ka Kon Hawa.

Aku di MI Al-Furqan, Tempat Sekoahku Dulu.


Perjalan Pulang Menuju Ke Rumah.


Minggu, 04 Agustus 2013

1 komentar: