Aku membeli sebatang rokok dan sebungkus roti coklat
di toko belakang kos Tidak tahu kenapa sepagi ini aku sudah ingin merokok.
Paru-paruku mungkin sedang dilanda rindu pada asap tembakau.
Jam sudah menunjukkan angka 07.42 WIB. Delapan
belas menit lagi ada kuliah. Aku malah malas-malasan tanpa ada lagi keinginan
untuk mandi atau siap-siap berangkat kuliah. Menikmati roti yang di dalamnya
bersembunyi cairan kental coklat lezat, lalu menghisap sebatang rokok sambil
mendengarkan Jazz Klasik ternyata lebih menyenangkan ketimbang mendengarkan
dosen ceramah di dalam kelas. Serasa ada puisi di sana, serasa ada makna yang
memberikan kesan padaku. Bukan kantuk, bukan kebosanan, dan bukan pula
kejenuhan seperti yang sering kualami di dalam kelas.
Sembari menghisap rokok, aku berhayal. Seandainya
saat kuliah kita bisa mendengarkan dosen sambil merokok, sambil mendengarkan
musik, dan bebas melakukan apa saja. Betapa manariknya. Betapa indahnya. Tagore
mungkin akan menarik katan-katanya untuk sekolah di alam bebas, Roem
Tomatipasang mungkin tak akan menulis buku Sekolah
Itu Candu, Yudistira tidak akan mengabadikan “Sebelum Terlambat, Berhentilah Sekolah”-nya Di Harian Kompas, Juga Ivan Illich dan Paulo Freire tidak akan
pernah berpikir keras tentang pendidikan jika sekolah atau kuliah benar-benar
memanusiakan-manusia.
Namun semua itu hanyalah harapan semata. Tidak
akan pernah ada dosen yang memperbolehkan ‘belajar’ merokok di dalam kelas, ‘belajar’
ngobrol dengan teman yang duduk di samping kita saat dosen menerangkan di depan,
‘belajar’ sms-an dengan pacar, atau tidur saat dosen menjelaskan materinya.
Tentang harapan, apa salahnya mendengarkan kata Lu Hsun. Sastrawan besar Cina
itu pernah mengatakan, bahwa harapan pun punya persamaan dengan putus asa:
keduanya mengandung ilusi. Dan semua itu mungkin benar: bila kita berharap,
pada saat itu juga kita sedang putus asa.
Aku tidak mau kuliah hari ini. Mau merokok. Mau
membersihkan kamar yang berantakan. Lalu tidur sebentar.
Sambil tiduran aku menulis surat izin, tapi dengan
maksud tidak dikirimkan pada dosen, karena tidak akan ada temanku yang sudi
untuk memberikannya. Isinya seperti ini, Dengan
ini saya memberitahukan bahwa saya tidak bisa mengikuti matakuliah bapak
disebakan ingin merokok di kos. Tapi kalau diizinkan merokok di kelas saya akan
masuk matakuliah bapak. Dan saya tahu kalau bapak tidak akan memperbolehkan
itu. Oleh karena itu sudilah kiranya bapak memberi izin kepada saya, dan atas
kesudiannya saya ucapkan terimakasih yang tiada batasnya.
Kulipat surat itu. Dan kutaruh di bawah bantal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar