Alhamdulillah judul skripsiku “Sufisme Filosofis
Raja Mataram; Studi Naskah Kitab Kesufian Hamengkubuwono” sudah diterima.
Terimakasih atas doa kalian.
Kalimat di atas adalah sms Hemmam Nasiruddin yang
dikirim kepadaku siang tadi.”Gara-gara status facebook dan sms Tuan Takmir itu
tentang kesibukannya menggarap skripsi, banyak memicu semangat teman-teman
Aqidah dan Filsafat angkatan 2010 untuk segera menggarap skripsi,“ tutur Ietha
di kantin belakang sembari menikmati jam istirahat siang.
Aku bukan tidak percaya pada Hemmam. Dia seorang
pimred Edanis, seorang mahasiswa yang selalu menggagalkan dosen marah di kelas,
dan juga seorang filosof sekaligus Takmir Masjid. Tapi masih adakah orang yang
percaya pada sebuah status facebook?
Dulu, Jackie Chan dikabarkan telah meninggal
dunia, tapi kenyataannya si Jackie masih menonton tv di rumahnya, menikmati
makanan, dan beraktivitas sebagaimana biasa. Ia tidak benar-benar pergi
meninggalkan dunia ini seperti yang dikabarkan facebook. Sehingga aku punya
kesimpulan bahwa facebook itu pembohong besar, bukan hanya sekedara sebagai “ibu
yang kejam”, seperti yang dikatakan tokoh pendidikan Jawa Timur, Naja Muhammad
Naja.
Setahuku, hanya Barak Obama yang mampu menarik
ribuan penduduk Amerika, melalui kampanye di facebook, untuk mendukungnya maju
sebagai presiden Amerika. Lain dari itu hanya kabar tentang kasus kriminal,
mulai dari pemerkosaan, pelecehan seksual, penculikan, intimidasi, penipuan,
serta pengancaman pembunuhan melalui facebook. Lalu, bagaimana dengan status
Hemmam?
Entah ada modus apa Si Tuan Takmir Masjid itu selalu membuat status “sedang menyusun
skripsi” di akun facebooknya. Apakah dia sedang menggoda semangat teman-teman
untuk segera lulus dari UIN? Atau jangan-jangan dia membuat status seperti itu
karena kecewa pada status-status FB-nya yang lain, terutama tentang pencalonannya
sebagai Presma UIN Suka yang tak banyak ditanggapi oleh teman-teman.
Di antara nama-nama yang tergoda untuk segera
menyusun skripsi adalah “Nuri, Prapti, Ade Sa Putra, Markoyan Fauzan, dan
beberapa lainnya,” tutur Ietha padaku ditutup dengan senyum dari bibirnya, entah
apa artinya. Karena aku juga tersenyum, senang karena tidak terkena bujuk rayu
Hemmam untuk meluangkan waktu menyelesaikan skripsi.
Aku tidak mau skripsi secepat ini bukan berarti ingin
berlama-lama dikampus, seperti para mahasiswa pendahulu kita. Aku juga tidak
ingin di-DO dari kampus seperti Cak Nun, Muhiddin M. Dahlan, Muhammad Wahib,
atau yang lainnya. Atau ingin terlihat sebagai mahasiswa nyeleneh dan bandel seperti
Ralp Nader. Tidak. Semua itu bukanlah jawabanku.
Meskipun kata Presiden Jancuker, Sujiwo Tejo, “Orang yang lulus kuliah adalah
orang yang meneruskan sejarah, dan manusia yang DO adalah manusia yang menjebol
sejarah.” Aku tidak ingin di-DO atau segera lulus kuliah. Seperti yang ditanya
Zuhdi Riyanto tentang siapa aku? Aku adalah milikku. Biarlah aku mencari jalan
sendiri bagi hidupku. Sebab, tentang rahasia hidup “ tak ada satu setan pun yang
tahu,” seru Soe Hok Gie. Dan biarlah aku mencari kisahku sendiri.
Tentang smsnya Hemmam yang mengatakan sudah
diterimanya judul skripsinya. Saya punya cerita, temna tentang judul skripsinya
Harikimura Sanada, mahasiswa filasafat yang baru semester empat, “Soe Hok Gie
dan Ayie, Sok Wae.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar