Semacam Nasehat


Ketika di Kost Bunda Ani, ia mengatakan kalau aku ini sudah mulai tampak tua dan semakin kurus. Secara tidak langsung ia mengatakan kalau aku makin jelek. “Tidak apa-apa asal yang ia katakan  adalah kejujuran dan kebenaran.” Anehnya temanku yang sudah ngejomblo itu malah ketawa senang sambil menarik-narik lengan bajuku, bukannya menangis atau bersedih sebagai bentuk rasa kasihan saat melihatku yang tua-kurus berdiri di depannya.
Lebih-lebih saat aku mengatakan padanya bahwa, “ini semua kulakukan untuk menyenangkan istriku di suatu hari nanti, Bun.” Di permukaan bibir Bunda masih ada senyum dari sekumpulan tawa yang ditahan, menunggu kelanjutan kalimat dariku. Kemudian aku berkata, “tua sebelum waktunya seperti ini, agar ketika aku menikah, saat mencukur kumis, jenggot, rambut, dan memberi sedikit sentuhan perawatan pada wajah akan menjadikanku seperti pemuda lagi. Istriku akan senang sekaligus bangga bersamaku—anak-anakku juga akan membanggakan ayahnya. Pasti akan diceritakannya pada beberapa tetangga, tentang aku yang memiliki mukjizat, bisa kembali muda.” Si Bunda kembali tertawa, kali ini lebih berisik dari sebelumnya.
Tadi saat aku ke toilet, aku teringat lagi pada kata-kata bunda tentang aku yang sudah semakin menua—yang membuatnya bahagia. Sehingga membuatku jadi berpikir bahwa ketampananlah yang membuat sakit hati banyak perempuan. Salah satu contohnya terdapat pada cerita Nabi Yusuf; ketika beliau keluar dari balik pintu, berjalan di samping perempuan-perempuan yang mengupas buah apel, banyak di antara mereka yang sampai lupa diri, mengiris tangannya dengan pisau tajam pengupas kulit apel karena takjub atas ketampanan yang dimiliki Yusuf. Betapa malangnya nasib perempuan-perempuan itu, yang hilang kesadaran hanya karena ketampanan, sampai rela menyakiti dirinya.
Namun sayangnya, dan memang patut disayangkan, meskipun banyak perempuan yang tahu tentang cerita itu, mereka masih tetap menyukai, bahkan mau tergila-gila pada orang tampan. Seharusnya kaum perempuan sadar. Segera sadar. Segera bangkit karena “ini jaman emansipasi, wanita tidak boleh selaku kalah pada kaum laki-laki” kata Pidi.
“Sadarlah perempuan Indonesia!”
_
Sebelum kuakhiri tulisan ini, aku ucapkan terimakasih kepada Bunda Ani yang telah meminjami aku uang sebesar Rp. 50.000 untuk membeli diterjen, shampoo, dan makanan; terima kasih juga atas hadiah ulang tahunnya, ditraktir makan di Burjo Pribumi; dan terimakasih pula telah mengingatkan kalau aku sudah tua.
Pesanku, “Bunda, hati-hatilah pada orang tampan”.
Selasa, 10 Desember 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar