Di luar gerimis.
Aku tadi habis dari tempat kostnya Bunda Ani untuk meminjam uang sebesar Rp.
50.000. Sekarang sudah di kost pribadi, yang selalu kurahasiakan, agar suatu hari
bisa menjadi markas rahasia. Duduk di depan laptop Asus K401J dengan dibantu
monitor GIC 14 inch yang dipinjami Anton Alghifari—layar laptopku pecah sehingga
harus dibantu dengan monitor jika mau digunakan.
Berhubung tadi ketemu
Bunda Ani, aku teringat obrolanku di facebook dengan seorang teman perempuan
yang menyudutkanku sebagai laki-laki sekaligus aku sendiri. Salah satunya, ia menduga
bahwa “perempuan yang dianggapnya pacarku saat ini, adalah wujud pelampiasan dari
rasa cintaku yang takterbalas pada temannya.” Terserah dia mau mengatakan apapun.
Biarlah aku mulai
bercerita, sebelum gerimis itu reda lalu menjelma kesunyian di malam ini.
.
Aku tidak terlalu
akrab dengannya. Tapi aku tahu namanya, Patime. Perempuan berkacamata,
berkerudung dan masih tercatat sebagai mahasiswa semester tujuh di Fakultas Ushuluddin.
Kata salah seorang temanku, ia adalah perempuan cantik. Dan aku tidak terlalu peduli.
Biarkan. Sudah seharusnya perempuan itu cantik. Lagi pula jika aku ikut-ikutan memujinya,
temanku itu sudah tentu pasti akan cemburu, gelisah, merasa ada saingan: musuh dalam
selimut.
Kemarin aku ngobrol
dengannya melalui facebook, chating. Yang
aku ingat dari obrolan itu, ia tiba-tiba mengelompokkan kaum laki-laki menjadi dua
golongan. “Eh, kata Bunda Ani, lelaki itu ada dua: pertama bajingan, dan yang
kedua homo,” ucapnya. Aku senyum-senyum sendiri mebaca tulisannya di kotak obrolan
facebook sebelum dirinya menanyakan aku temasuk lelaki golongan yang mana.
Homo ataupun
bajingan bukanlah jawaban yang menyenangkan. Aku tidak punya jawaban.
“hahaha…” akhirnya
kuketik saja kata seperti itu. Lalu kulanjutkan, “Kalau memang hanya ada dua tipe
laki-laki, Nabi Muhammad Saw. termasuk tipe yang mana, bajingan atau homo?”
Agak lama ia mau
menjawab pertanyaanku. Mungkin ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya, sama seperti
perasaanku saat menerima pertanyaan itu darinya. Kemudian, setelah beberapa
kutunggu, terlihat ada tanda jawaban di kotak obrolan facebook, “itu beda, nu, ”tulisnya. Aku hanya bisa tertawa membaca jawabannya. Kenapa
hanya Nabi Muhammad yang dibedakan, sedangkan ayahnya, kakeknya, dan nenek moyangnya
tidak.
Untung aku adalah
orang yang suka berprasangka baik, Patime pasti bukanlah anak seorang bajingan ataupun
lelaki homo. Ia pasti berasal dari keluarga baik-baik, yang selalu mendoakannya
agar menjadi putri sholehah.
.
Patime, jika kau
masih ingin bertanya, aku termasuk lelaki bajingan atau homo? Maka jawabannya:
“Aku memang sudah menjadi bajingan sejak lahir, makanya Ibuku menyayangiku dengan
tulus, mendidikku dengan baik dan menyekolahkanku. Tentu tujuannya agar aku bisa menjadi bajingan
yang berakhlakul karimah, atau menjadi bajingan yang sesuai dengan norma-norma
agama.”
Selasa, 10 Desember 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar