Sebuah Ide Besar Dari Kang Yatno


Bangun tidur aku kebelet menulis. padahal  dari kemarin aku kesulitan menyusun kata-kata hingga menjadi tulisan untuk diposting di blog ini. Pagi ini malah begitu kebelet sekali untuk menulis. Sudah tidak bisa ditahan lebih lama lagi.
Tanpa mencuci muka, kunyalakan ASUS K401J yang ada di samping tempat tidur. Kumasukkan password. Buka folder. Memutar lagu The Panas Dalam. Membuka Microsoft Word, kemudian mulai  menulis catatan ini, tanpa harus menjumpai kesulitan seperti kemarin: kebingungan tentang apa yang harus ditulis saat melihat halaman Microft Word yang putih telanjang, menantang di depan mata.

Sebuah Cerita
Semalam, setelah pulang dari pentas di AMIKOM, aku, Andoe Obenx II (bukan nama sebenarnya) dan Kang Yatno (bukan nama sebenarnya) ngobrol  dulu sebelum pulang. Saat kami tengah asyik mengobrol, tiba-tiba ada tiga orang nyelonong tanpa mengucap permisi memasuki daerah Gorong-Gorong Institute. “Anak muda sekarang sudah kehilangan sopan santun, bukannya mau dihormati, tapi tahu dikitlah kalau kita sering di sini. Seeanaknya saja menggunakan fasilitas kami juga,” celetuk Andoe serius. Dalam hati aku sebenarnya tertawa, tumben Andoe serius. Apa karena pengaruh materi Etikan-nya Pak Sudin? Entahlah.
Saat ketiga makhluk hidup itu kelihatan asyik online (di tempat Tuan Dadu biasa tidur). Puji tuhan,  sebuah ide mulia tiba-tiba terbit bersinar dari arah benak Kang Yatno, katanya, sebaiknya sebelum masuk Pintu Gorong-Gorong Institute dikasih papan peringatan, tujuannya tidak lain-tidak bukan agar setiap orang yang mau memasuki daerah GGI bisa sopan, atau setidaknya grogi, atau minimal deg-degan.
Barulah kemudian bermunculan beberapa pendapat kalimat apa yang pantas ditulis pada papan peringatan itu agar orang-orang yang hendak lewat di GGI bersikap sopan.  diantara yang kami dapat malam itu seperti ini: “Harap Tenang, ada pencitraan Partai Gorong-Gorong”, “Pelan-Pelan, Banyak Calon Presma”, “Lebih Sopan Anda Segera Turun!”* dan lain sebagainya.
Kang Yatno juga memberi saran agar Gorong-Gorong Institute juga menempelkan peraturan-peraturan GGI, misalnya: Jangan membawa Makanan dari dalam, Dilarang Membawa Teman Sesama Jenis,  Tamu berkunjung harap matikan HP, WiFi-an di GGI Rp. 2.500,-/jam, dan lain sebaginya.
Aku sebagai pendengar Ide besarnya Kang Yatno, hanya bisa berdoa dengan penuh ketenangan harap, semoga Presiden Gorong-Gorong Institute, Harikimura Sanada, merestui tulisan ini sehingga ide Kang Yatno bisa terlaksa dan segera direalisasikan. Dan juga aku berharap Kang Yatno tidak marah ketika membaca tulisan ngawur ini, karena—meminjam bahasanya band The Panas Dalam—merekalah yang harus marah.
*) tulisan itu hanyalah fiktif belaka, jika ada kesamaan dengan dugaan anda, maka anda adalah termasuk orang yang suka berprasangka buruk. Tulisan ini dilindungi oleh Departemen Naheur Cai Gorong-Gorong Institute dan sebuah syair yang oleh Goenawan Mohammad dikatakan berasal dari seorang penulis yang menyebut dirinya sebagai “anthipokrit profesional”: Biarkan manusia berlaku seperti manusia, biarkan//mereka tunjukkan isi hati bila bicara.//biarkan jantung didengar, dan perasaan kita lepas//jangan tutupi dengan pujian dipulas-pulas.
Rabu, 27 Februari 2013

3 komentar:

  1. Wkwkkwkwkwkwkww
    kalo tambah mizone dan big cola pasti akan lebih dhasyattt

    BalasHapus
  2. apalagi yang segera diwisuda.... huhuhu

    BalasHapus
  3. kayak masuk ruangan sakral ya su ..haha

    BalasHapus