Kasian si Rocky, sandal jepit warna
hitam bernomor punggung sepuluh yang aku beli sepuluh ribu itu di pakai Hemmam
Nasiruddin. Si Rocky pasti kesakitan selama dua hari ini, diinjak kaki Pak
Takmir yang kasar itu, sepasang kaki yang tidak berprikesandalan. Hari-harinya
pasti tersiksa, mungkin merasa seperti hidup di Jerman semasa Hitler berkuasa. Oh,
kasian sekali kau wahai sandal jepitku.
Akupun sangat merindukan si Rocky. Rindu
yang tak bisa diampuni lagi, menusuk sampai tulang, berdengung di ubun-ubun. Aku
ingin ditemani dia lagi: mengatarkanku ambil wudlu, menemaniku ke kampus, dan dia tak pernah
mengeluh meski diajak jalan kemanapun. Sungguh sahabat yang sangat setia.
Pernah suatu hari dia hilang waktu aku tidur di Gorong-Gorong Institute, tapi
besoknya kembali lagi padaku. Mungkin si Rocky rindu juga padaku, atau si
pencuri sandal seorang yang punya pikiran bijak tentang sandal, tahu banyak
tentang hak-hak sandal. Entah apa yang benar, si Rocky tak pernah memberi penjelasan.
Dia hanya membisu saja waktu kutanya kemana saja waktu menghilang.
Siang tadi, Sebelum masuk kuliah
siang, aku bertemu Hemam Nasiruddin di Bascamp Maksiat, kantin belakang
Ushuluddin. Kemudian aku minta dengan sangat untuk menukarkan sandalku dengan
sandalnya, si Rocky dan Adidas. Aku senang sekali bertemu dengan si Rocky
bernomor punggung sepuluh, dia langsung memeluk erat sepasang kakiku.
Senin,
11 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar