Sandal Jepitku Bukan Yamaha


Ketulusan cinta itu jangan dibawa dengan sepasang sandal jepit jika kau masih mau mengabadikan cerita cinta dengan kekasihmu, meskipun kau begitu tulus mencintainya. Bawalah cintamu dengan Honda, Yamaha, atau kendaraan mahal lainya, barulah kisah cintamu itu akan berlangsung lama, pun benda-benda itu akan memudahkanmu menaklukkan hati perempuan yang perkasa atau tak mudah terpikat oleh godaan laki-laki.
Sebenarnya aku juga ingin memiliki barang-barang mewah seperti itu: motor, hape gaul, kamera canggih, dan baju keren. Apa mau dikata, uang banyak tidak pernah mau berselingkuh denganku. bisaku hanya membeli sepasang sandal jepit murahan, yang bahkan taka da di iklan. Hanya sebagai penghibur dari nasib sial yang memberiku bannyak cerita ini, aku selalu ingat kata-kata Victor Francl, “Semakin banyak hidupmu terpenuhi, maka hidupnmu akan semakin tidak bermakna.  Ya, hanya sekedar penghibur saja atas keinginan membeli barang yang tidak mungkin. Sebab semua orang pasti menginginkan hidup yang penuh dengan makna.  
Apa yang perlu dibanggakan dari sandal jepit? Membuat tubuh lebih sehat karena selalu berolahraga, jalan kemana saja dengan kekuatan otot sendiri; terhindar dari musibah macet; tanpa lampu merah yang akan memerintahkanmu untuk berhenti sewaktu-waktu, dan; tentu tanpa harus ditilang polisi.
 Akan tetapi semua itu bukanlah kelebihan, melainkan kekurangan di mata banyak orang. Kebanyakan orang sudah lebih senang untuk hidup tidak sehat, terbiasa dengan macet, dan suka ditilang oleh polisi. Sandal jepit sudah tidak ada harganya di mata orang-orang. Apalagi bagi manusia yang mengaku keturunan dari “tradisi mall”, ujar Muhiddin M. Dahlan.
Aku hanya ingin membawa perasaan yang tulus dengan kekuatanku sendiri, dengan sandal jepit, bukan kendaraan bermotor yang banyak membuat keributan lalu lintas. Ada benarnya juga kata sebuah iklan, “Yamaha memang semakin di depan” dalam segala hal. Termasuk untuk mendapatkan perempuan. Sedangkan sandal jepit tidak terlalu banyak ada iklan, kalau ada paling-paling hanya berkata, “enak dipakai.” Sungguh tidak ada kelebihan dan tidak bisa dibanggakan.
Dan inilah aku, dengan sandal jepit, dan mau berjalan. Seperti, mungkin, Adam saat mencari Hawa. Tapi apakah dia berjalan dengan sandal jepit? Alangkah mulia hati Hawa, menerima lelaki itu apa adanya, tanpa sandal atau pun Yamaha buatan jepang.
Minggu, 30 Desember 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar