Menentukan Tahun Baru



Ibu, apakah kamu dulu meriang, pilek dan disertai batuk-batuk saat mencintai Ayah? Hari ini aku sakit. Takutnya ini adalah gejala awal bagi orang yang sedang jatuh cinta. Namun aku masih belum juga mengerti, jika memang benar begitu, pada siapakah sebenarnya aku sedang jatuh cinta? sedangkan pada perempuan mana pun aku tidak pernah dekat.
Seandainya aku tahu pada perempuan mana aku sedang menaruh hati, aku kan bisa langsung menghentikannya. Agar demam ini cepat berlalu.  Karena sebentar lagi, aku akan berangkat ke Bandung. Dalam rangka menemui kakak dan merayakan tahun baru—yang ternyata, aku sudah terlambat sepuluh hari untuk merayakannya. Tapi tidak apa lah, tidak ada kata terlambat untuk merayakan tahun baru.
Kata salah satu teman, tahun baru itu jatuh pada tanggal pertama bulan Januari. Saat jam di telepon genggammu menunjukkan angka 00.00. Biasanya pergantian tahun itu dimeriahkan dengan tiupan terompet yang memekakkan telinga, pesta kembang api yang pecah-meriah bagai hujan bintang warna-warni dari langit, tampak jelas kesenangan pada setiap raut wajah setiap orang, dan ribuan harapan agar tahun baru ini membawa berkah tergantung di langit.
Hari ini sudah tanggal sepuluh. Sudah tak akan ada bunyi terompet dan pesta kembang api lagi. Ya, mau bagaimana lagi. Namanya juga sudah terlambat sepuluh hari. Tapi karena keterlambatan inilah tahun 2014 menjadi tahun yang benar-benar baru bagiku. Berbeda dengan tahun baru orang lain. Salah satu yang memberi nilai lebih adalah: aku akan merayakannya di Bandung pada tanggal 23 Januari nanti.
Siapa yang akan meniup terompet dan menyulut kembang api? Aku akan mengundang Malaikat Isrofil untuk meniup sangkakalanya, dan Abu Bakar Ba’asyir kuminta untuk membawa bom ringan. Ah, tentu rame dan seru kalau keduanya bisa datang. Hahaha…  ini tentu saja mustahil.
Kamis-Jum’at, 09-10 Januari 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar