Pagi
ini aku pura-pura tahu menulis naskah drama. Karena baru pertamakali belajar
menulis naskah drama, hasilnya harus jelek seperti kebanyakan penulis pemula. Tentu
agar tidak dikira calon penulis naskah terkenal, karena aku hanya ingin membeli
sepeda Polygon Xtrada 4.0. Bukan terkenal. Naskah drama pendek ini kuberi judul
“Sastrawan Sangat Besar”:
---
Sebelum
berangkat ke Gelanggang Teater ESKA, untuk ikut bedah kitab puisi “Prosenium”, tiba-tiba
terjadi pertengkaran. Tepatnya adu kata hati antara ‘Aku Yang Sekarang’ versus ‘Aku Sebagai Mantan Penulis
Puisi’. Sialnya, dengan kesempurnaan yang tidak kumiliki sepenuhnya, ‘Aku Yang
Seutuhnya’ tidak bisa melerai perdebatan sengit anatara mereka berdua. Itu
semua terjadi hanya karena persoalan sepele: mengenakan kostum serba hitam di
acara bedah puisi.
Aku
Sebagai Mantan Penulis Puisi: “Hei, kau kurang ajar.” Kedua matanya merah
menyala “Keterlaluan!” sambil membanting puntung rokok ke lantai. “Ini acara
bedah puisi, bukan acara pemakaman.” Mantan Penulis Puisi diam sejenak. Nafasnya
tersengal. Lalu, ia berbicara kembali setelah merasa emosinya sedikit bisa dikontrol.
“Lepas sarung, kaos dan peci hitammu. Ganti dengan baju yang beraroma
sastrawan. Jangan permalukan aku dihadapan para sastrawan dengan baju konyol
seperti itu.” Nadanya memohon, namun getarannya masih terasa kalau ia masih
sedang marah.
Aku
Yang Mantan Ketua Gank tiba-tiba muncul dan langsung angkat bicara: “Sudah!
Jangan bertengkar hanya gara-gara baju. Malu kalau didengar anak Gorong-Gorong
Insitute. Nanti kalian akan dianggap sebagai pendusta agama karena mau merubah
takdir menjadi SPG yang selalu punya kewajiban untuk memperhatikan baju. Kalian
bukan anak TK lagi. Kalian ini sudah mahasiswa. Seharusnya kalian sudah ikut
demo ke mana-mana, baik di dalam negeri ataupun luar negeri. Tapi kalian malah
menjadi pengecut. lebih-lebih malah bertengkar karena persoalan sepele.”
Aku
Sebagai Mantan Penulis Puisi: “Tutup mulutmu, Mantan Ketua Gank! sangat tidak
keren menjadi demonstran jika sehabis teriak di tengah jalan, ia pinjam uang
Rp. 5000 untuk membeli nasi telur di Burjo. Kelaparan seperti yang pernah kamu alami
beberapa hari yang lalu.
“Kamu
tidak Malu? Di dada kaosmu ada gambar Soekarno dengan tangan terkepal, di bawah
gambar itu tercetak tulisan “Merdeka atau Mati. Tapi perlu kau ingat juga,
Soekarno, idolamu itu, pernah mengatakan ‘Jas Merah: Jangan Lupakan Sejarah”,
dan kau punya sejarah berhutang Rp. 5.000 padaku. Ingat. Jangan dilupakan. Jas
Merah!” Aku Sebagai Mantan Penulis Puisi berbicara panjangann lebar sambil
tersenyum menyindir.
Wajah
‘Aku Yang Mantan Ketua Gank’ menjadi merah padam. Tersinggung. Marah. Namun
saat hendak mengeluarkan amarahnya, tiba-tiba Aku Yang Sekarang tertawa keras.
Aku
Yang Sekarang: “hahaha… kalian ini memang sukanya bertengkar. Tidak pernah
rukun. Aku memakai pakaian serba hitam karena tiga alasan: pertama, aku sedang
berduka cita atas Aku Sebagai Mantan Penulis Puisi yang sudah tidak lagi
menulis puisi; kedua, aku bebas memakai baju apa saja, dan; ketiga, aku adalah
sastrawan sangat besar yang peraturan utamanya adalah selalu memakai pakaian
hitam ke mana saja, sebagai tanda belasungkawa atas puisi-puisi yang telah ‘berhasil’
ditulis dari ke kedalaman dan ketenangan jiwa. Kemudian sari-sari jiwa itu
sebatas hanya menjadi kata-kata di atas kertas, yang diapresiasi lalu
habis-habisan dicaci. Lebih-lebih diajadikan bungkus makanan. Tapi tidak
apa-apa, sih. Hitung-hitung itu adalah sebuah trobosan baru, brilian dan elegan
untuk tetap menghidupkan puisi lewat bungkus nasi kucing ataupun terasi. Tentu
bagi generasi selanjutnya.”
Aku
Sebagai Mantan Penulis Puisi: “Ya, benar apa yang kamu katakan. Tapi aku tidak
suka kamu mengatakan kalau aku berhenti menulis. karena puisi-puisiku adalah
milik tuhan dan semuanya akan kembali ke sisi-Nya. Innalillahi wa inna ilaihi
roji’un. Puisi-puisiku telah menjadi miliknya kembali, bukan aku berhenti untuk
menulis puisi.”
Aku
Yang Sekarang: “Eh, sebenarnya tadi aku ngomong apa, sih? Biasa, sastrawan
sangat besar memang cenderung tidak nyambung. Kadang tidak terlalu
memperhatikan apa yang diucapkannya.”
Aku
Yang Mantan Ketua Gank: “Sudah Kita Berangkat.”
Bersambung…
Jum’at, 1 November 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar