Aylofyu Kepada Siapa?

Siapa manusia di dunia ini yang tidak pernah jatuh cinta? mungkin jawabannya Mak Lampir. Karena selama aku menonton Misteri Gunung Merapi tidak pernah ada adegan yang menampilkan Mak Lampir kasmaran pada seorang laki-laki. Ini hanya dugaanku. Benar tidaknya ini masih misteri, lebih komplitnya misteri gunung merapi.
Dan bila ada pertanyaan—entah dalam soal UTS, UAS, UAN, atau ada orang yang bertanya—siapakah  orang di dunia ini yang begitu memuja cinta? jawablah tanpa ragu: Ruhut Sitompul.
Ruhut adalah tokoh yang begitu cinta mati pada golongannya, dan berani apa saja untuk membela alirannya itu. Dalam kasus Century, misalnya, ia dengan yakin menjaminkan leher dan kupingnya. “Aku orangnya fakta. Potong leher aku kalau Ibas terima dana Century,” katanya. Di saat lainnya ia bilang, “Tidak ada kaitannya SBY dan Demokrat dengan aliran dana Bank Century. Kalau ada, potong kuping Ruhut Sitompul.” Dan berita terbaru pembelaan Ruhut pada golongannya, adalah tentang keberaniannya mengakui bahwa dirinya es lilin.
Lantas, bagaimana dengan kisah cintaku? Karena aku bukan Mak Lampir atau Ruhut Sitompul, maka kisah pernajalanan cintaku berbeda dengan kedua tokoh tersebut. Tentang kisah cintaku, aku usahakan untuk menceritakannya dari awal, mulai kegelisahan-kegelisahan di jurusan filsafat sampai menemukan cinta sejatiku:
Selama menjadi mahasiswa Aqidah dan Filsafat (AF), kalau boleh jujur, aku merasa masih tidak pantas kalau disebut sebagai mahasiswa AF. Cakrawala pengetahuanku masih tak seberapa, dan ketajaman pemikiranku masih perlu dipertanyakan. Itulah sebagian alasan kenapa aku suka bolos kuliah, ya karena takut dikatakan mahasiswa, lebih-lebih dikatakan mahasiswa AF yang notabeni dengan keilmuan yang luar biasa.
Beruntung setiap malam Sabtu ada kajian rutin filsafat angkatan 2010 (For Maksiat “Forum Malaikat Filsafat”). Di diskusi rutin itu aku bertemu dengan mahasiswa-mahasiswa yang benar rakus pada ilmu pengetahuan, sehingga sedikit banyak aku belajar dari mereka, dari pemaparan-pemaparan mereka saat diskusi.
Teman- teman seperti A. Rusliyanto, Supriyadi, Imanuel Marcus, Jakfar (Je Ef), Roro Kanjeng, Siro, Iraone, Izzat, Ipank, dan beberapa teman lainya yang selalu datang pada diskusi rutin For Maksiat, mereka itulah yang banyak membantu pemahamanku tentang filsafat, yang bagiku begitu rumit dan sukar untuk difahami.
Mungkin saja aku tidak akan mengenal corak pemikiran filsafat pada zaman klasik, filsafat abad tengah, filsafat abad modern, dan filsafat post modern. Beruntung aku bertemu dengan orang-orang seperti mereka, para pembawa pijar pengetahuan dalam batinku.
Meskipun aktif di kajian rutin For Maksiat di malam Sabtu, toh aku pun tak boleh sombong, dan rasanya masih tak pantas disebut mahasiswa AF, karena keilmuan yang aku miliki masih begitu sempit untuk menyombongkan diri. Teringat kata Sokrates: “Only one I know that, I Know nothing”. Satu hal yang hanya aku ketahui, yaitu aku tidak tahu apa-apa. Benar, saat ini aku memang tak ada apa-apanya. Mungkin hanya daging yang dibalut tulang.

Berlanjut pada persoalan jatuh cinta
Saat ini aku memang sedang jatuh cinta. Paling pertama dan utama aku jatuhkan jatuh cintaku hanya pada For Maksiat. Karena kurasa, hanya dialah yang mengerti tentang keadaanku. Pun ia kerap bersamaku, juga selalu memberikan apa yang aku butuhkan. Kalau kata Sujiwo Tejo di rubrik Wayang Durangpo, Jawa Pos (07/05/11), "Di alam mayapada ini salon terbaik adalah cinta. Orang yang sedang jatuh cinta akan tampak cantik, apalagi jika dilihat oleh orang yang diam-diam mencintai.."  
Mungkin—bila pernyataan Sujiwo Tejo mujarab—Anda akan melihat perubahan pada diriku. Itu karena aku memang benar-benar sekaligus sungguh-sungguh untuk mencintai For Maksiat.
“Aylofyu For Maksiat!” (Maaf bila ada salah penulisan, matakuliah bahasa Inggris kelas A).
Jum’at, 27 Mei 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar